Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya lainnya) membawa andil cukup signifikan terhadap carut-marutnya Republik
Korupsi, kolusi dan nepotisme
Seperti kita rasakan bersama pelaku korupsi sama sekali tidak menyayangi dan mencintai
Lebih daripada itu masyarakat kini sedang mengalami pergeseran tata nilai pada pola pikir yang menjurus pada pembenaran di mana masyarakat berkembang pada sikap individualistik dan materialistik. Minimnya pemahaman tentang nilai-nilai nasionalisme kemudian melahirkan pergesekan antar-etnik, antar-suku dan muncul isu gerakan sparatisme. Oleh karena itu tidaklah aneh apabila KKN menjadi salah satu penyebab
Di zaman reformasi ini di mana ditandai berkali-kali terjadi pergantian pucuk pimpinan nasional, tapi mentalitas korup tetap menjadi persoalan yang pelik.dulu pada era Orde Lama korupsi dilakukan di bawah meja, artinya sudah kelewat berani. Di masa Orde Baru korupsi dilakukan di atas meja, artinya masih ada rasa malu. Tetapi, di zaman Orde Reformasi ini meja pun dibawa, artinya korupsi dilakukan secara terang benderang tanpa punya rasa malu. Persoalannya kian menjadi pelik karena KKN dilakukan oleh banyak orang. Bila banyak orang yang melakukan berarti masalah KKN Sesuatu yang dianggap biasa. Kebiasan itu melahirkan hak. Dan, kalau satu dituntut, lalu semua harus bertanggungjawab. Kalau semua punya beban tanggung jawab bukankah sama dengan tak ada yang bertanggung jawab?
Apabila persoalan KKN itu dianalogikan seperti penjarahan atau pembunuhan yang dilakukan banyak orang, maka seakan tindakan itu sah adanya, sebab dilakukan beramai-ramai. Kalau semua ikut di dalamnya seolah sama dengan untuk kepentingan umum. Lalu siapa yang berani melawan kepentingan umum? Itu sebabnya, Nurcholish Madjid menyebut bahwa pelaku KKN itu sating mengunci (gridloock). Sebab, membuka borok orang lain sama saja membuka borok sendiri. Bukankah KKN sekarang ini sudah merebak di mana-mana- Tidak saja melibatkan para penyelenggara negara, terdiri dan kekuatan eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Melainkan sudah meluas dari pusat hingga daerah yang juga melibatkan unsur-unsur pengusaha, pengacara dan beberapa elemen masyarakat yang lain. Pendeknya, KKN itu sudah menggurita dan membudaya dalam lubuk hati dan darah daging bangsa
Lalu di mana partai politik menempatkan diri? Sebagai kekuatan sosial politik dan senantiasa dekat dengan rakyat serta membela kepentingan rakyat harus berada di tengah-tengah rakyat. Jika rakyat kini resah karena penyakit KKN maka partai politik harus menyatakan diri perang terhadap KKN.
Partai Pemersatu Bangsa (PPB) yang memiliki kedekatan emosional dengan rakyat kecil, akan mengangkat KKN menjadi isu sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena KKN terbukti telah membuat aparat penegakhukummandulsertamemberikanpembelajaran rakyat hanyut dalam dinamika tersebut. Sebab KKN itu terjadi bukan disebabkan karena persoaian kemiskinan atau kekurangan harta benda. Buktinya KKN justru dilakukan orang yang telah mapan kehidupan ekonominya serta mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki kedudukan terhormat Tetapi, KKN terjadi lebih disebabkan oleh faktor mental di mana mental bobrok ini telah melekat dalam struktur bangunan budaya bangsa. Maka menjadi tidak aneh jika lembaga internasional seperti Lembaga Tranparency International menilai
Tidak cukup hanya dengan predikat itu. Tetapi persepsi mengenai korupsi di Indonesia pada tahun 2002 masih memiliki nilai sama seperti tahun lalu, yaitu dengan indeks persepsi korupsi (IPK) 1,9 dari nilai tertinggi 10. Persepsi ini diambil dari pelaku bisnis dan analis yang diwawancarai dalam 12 survei independen yang dilakukan berbagai lembaga survei intemasional. Nilai tersebut tentu sangat menyedihkan mengingat pemerintah kini merupakan pemerintahan yang diangkat untuk menggatikan pemerintahan sebelumnya yang dianggap telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan KKN.
President Transparency International Peter Eigen menilai
Lebih jauh KKN bisa membawa efek psikologis
Penjualan aset-aset negara daiam beberapa bulan terakhir merupakan safah satu kebijakan sekaiigus tindakan pemimpin bangsa yang sama sekali tidak memikirkan kepentingan masa depan rakyat. Dan, daiam konteks in! Parta' Pemersatu Bangsa (PPB) sangat menysyangkan mengapa kebijakan ini mesti dilakukan, padaha^ masih banyak cara yang sebenarnya bisa ditsmpuh secara etegan yang tidak mengcrbankan kepentingan rakyat masa depan Seh;ngga anak cucu Rita masih bisa menikmati aset-aset negara ini untukkesejahteraan mereka.
Kebesaran
Narkoba
Daiam dua dasawarsa terakhir narkoba demikian meiesat pemasarannya di
Sama halnya korupsi, narkoba ini agaknya juga memperoleh tempat dimata penegak hukum untuk diberantas. Lihat, setiap hari tanpa berita di media
Disini peran partai politikjuga cukup besar untuk ikut andil melakukan pencegahan dan penindakan. Sebab kerusakan mental genarasi muda, sama artinya membunuh intelektualitas kader-kader bangsa. Jika kader-kader bangsa linglung, bodoh.teler dan tidak lagi mau menengokbuku, makatinggal menunggu waktu
Oleh karena itu peredaran narkoba tidak cuma menjadi sasaran jangka pendek (ekonomi) melainkan juga punya sasaran jangka panjang (politik) dalam arti pembodohan bangsa. Sebab, kalau bangsanya bodoh akan dengan mudah dipecah-belah (disintegrasi). Sementara tanda-tanda tersebut dewasa ini juga mulai nampak. Terdapat beberapa daerah yang mulai menuntut memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini nampak jelas bahwa peredaran narkoba tidak boleh dipandang enteng, selain cepat meluas peredarannya, juga tak sedikit bisnis barang haram itu melibatkan oknum-oknum aparat maupun elite-elite politik. Tengok, kini telah banyak kasus-kasus narkoba yang melibatkan anggota DPRD, baik sebagai pemakai maupun sebagai pengedar.
Narkoba begitu mudah meluas peredarannya karena banyak tangan yang punya kepentingan terhadap barang haram tersebut. Pengangguran yang membludak, kesenjangan sosial yang menganga, menjadi lahan subur sebagai tempatyang manja menjadi bisnis narkoba sulitdiberantas. Daripada perut keroncongan, anak nangis minta bayaran sekolah, sebagai pengedar narkoba pun harus mereka takoni. Tidak hanya terbatas dalam dunia maya, di lembaga pemasyarakatan (LP) maupun rumah tahanan (Rutan) yang sangat steril dan unsur keamanan pun bisnis narkoba nampak menjadi legal dan aman-aman saja. Jadi, jika semula pemakai narkoba terbatas dikalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa, sekarang barang haram itu menjadi bias karena siapa saja mengkonsumsi. Pemakainya sudah merambah ke dunia profesional, pengacara, oknum TNI/Polri. dosen, pengusaha, birokrat dan sampai ke anggota Dewan.